Wednesday, March 4, 2009

Belajar Dari Kesuksesan Abdurrahman bin Auf Dalam Berdagang

Selain dari diri Rasulullah yang terdapat contoh yang sempurna, kita juga bisa belajar dari sahabat-sahabat Beliau dalam mengembalikan kemakmuran Islam yang kita cita-citakan ini. Salah satu sahabat beliau yang patut kita contoh adalah Abdurrahman bin Auf yang kesuksesannya dalam berbisnis bisa menjadi tauladan bagi seluruh pengusaha muslim saat ini, dalam hal urusan akhiratpun banyak yang bisa dicontoh dari Abdurrahman ini karena beliau termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Berikut disarikan prestasi-prestasi Abdurrrahman bin Auf .

• Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar. Beliau juga termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
• Beliau termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab untuk memilih khalifah sesudahnya.
• Beliau seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah SAW untuk berfatwa di Madinah padahal Rasulullah SAW masih hidup.
• Beliau terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah SAW dan menewaskan musush-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang uhud dan bahkan termasuk yang bertahan disisi Rasulullah SAW ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Dua perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel.
• Suatu saat ketika Rasullullah SAW berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya yang senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 1.6 Milyar uang saat ini(saat itu beliau ‘belum kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 3.2 Milyar). Atas sedeqah ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah SAW yang berbunyi “Semoga Allah melimpahkan berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Do’a ini kemudian benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf berikutnya.
• Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah SAW “ Sepertinya Abdurrahman berdosa sama keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?” , “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya.
• Setelah Rasulullah SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah SAW).
• Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 800 juta uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 32 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta
• Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 320 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.
• Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sebesar Rp 2.05 trilyun !.

Bagaimana Abdurrahman bin Auf bisa sangat sukses berdagang dan juga dijamin masuk surga ?, berikut adalah yang bisa kita tiru dari beliau :

• Seluruh usahanya hanya ditujukan untuk mencari Ridhla Allah semata
• Bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.
• Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri melainkan ditunaikan hak Allah, sanak keluarga dan untuk perjuangan di Jalan Allah.
• Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya.
• Sedeqah telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.
• Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga Ustman bin Affan RA. yang termasuk kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.



Selanjutnya ...

Kepedulian

Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka.” (HR At-Tabrani)

Hadits ini banyak diriwayatkan oleh ahli hadits dengan lafadz dan sanad yang berbeda. Dan dari semua sanad yang berbeda, para ulama hadits mempermasalahkan keshahihannya. Tetapi para ulama sepakat bahwa secara lafadz dan makna hadits ini adalah benar dan tidak bertentangan dengan nilai Islam yang universal. Secara makna hadits ini sesuai dengan nilai-nilai Islam yang terkait dengan ukhuwah Islamiyah, baik yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al-Hujuraat: 10)

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih-sayang dan ikatan emosional ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit, mengakibatkan seluruh anggota tidak dapat istirahat dan sakit panas.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Ukhuwah

Ihtimam atau kepedulian, perhatian dan keprihatian kepada nasib umat Islam adalah kata kunci dari ukhuwah Islam. Kepedulian menunjukkan kepekaan hati dan jiwa yang hidup sehingga ketika melihat saudaranya menderita, terzhalimi dan sakit, maka ia akan merasakan apa yang dialami saudaranya. Kemudian berupaya sekuat tenaga memberikan bantuan yang bisa dilakukan.

Tiada ukhuwah tanpa kepedulian. Dan ukhuwah merupakan bukti dari keimanan seseorang. “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara….” (Al-Hujuraat 10).

Husnuzhon

Tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon (berbaik sangka) atau bersih hati (salamatul qalb) dan tidak melukai hati saudaranya. Firman Allah Ta’ala, ”….dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)

Dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan An-Nasai, Anas bin Malik r.a. berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah saw., beliau bersabda, “Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka muncullah seorang dari Anshar, janggutnya basah bekas wudhu dan tangan kirinya membawa sandal. Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata lagi, “Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka datanglah lelaki itu dalam kondisi seperti kemarin. Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata seperti kemarin. Dan muncullah lelaki itu. Maka tatkala lelaki itu bangun, Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, ”Saya berselisih dengan ayahku dan berjanji tidak masuk kerumahnya tiga hari. Jika anda membolehkan saya tinggal di rumahmu sampai janjiku selesai, maka aku akan lakukan.” Maka lelaki itu berkata, ”Boleh.”

Berkata Anas, ”Abdullah tidur di rumahnya. Di malam pertama, tidak melihatnya sholat malam, kecuali ketika dia akan tidur melakukan dzikir dan takbir sampai bangun untuk shalat Shubuh. Saya tidak mendengarnya berkata kecuali yang baik-baik. Ketika sudah lewat tiga hari, saya hampir meremehkan amalnya dan berkata: ”Wahai Abdullah, sesungguhnya aku tidak berselisih dan bermusuhan dengan ayahku, tetapi aku mendengar Rasulullah saw. berkata tentangmu tiga kali dalam tiga majelis, bahwa akan datang kepada kalian seorang penghuni surga. Maka muncullah Anda tiga kali. Saya ingin tinggal di rumah Anda dan melihat amal Anda. Tetapi saya melihatnya biasa saja. Ketika aku hendak pergi, dia memanggilnya dan berkata, ”Apa yang aku lakukan seperti yang Anda lihat, lebih dari itu, saya tidak pernah dengki pada seorangpun dari umat Islam, tidak hasad atas kebaikan yang Allah berikan kepada mereka.” Maka berkata Abdullah bin Amru padanya, ”Inilah yang telah mengantarkan Anda (pada derajat yang tinggi, sehingga sudah mendapat jaminan masuk surga dari Rasululah saw.), dan ini yang kami belum mampu.”

Mencintai untuk Saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya

Tingkatan ukhuwah pertengahan adalah merasakan apa yang dirasakan saudaranya, mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itsaar

Tingkatan ukhuwah tertinggi adalah itsaar, atau mengutamakan saudaranya atas diri sendiri dalam masalah keduniaan. “….mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan….” (Al-Hasyr: 9)

Kaum Anshar adalah kelompok sahabat yang diabadikan Al-Qur’an karena sifat itsaarnya yang sangat dominan. Mereka di antaranya Sa’ad bin Raby, Abu Thalhah dan istrinya. Disebutkan ada orang Anshar yang tulus mencintai, tanpa pamrih, dan mengutamakan kawan lebih dari diri sendiri, meskipun mereka merasa lapar. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang yang berbahagia dan beruntung. Dalam hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah, sepasang suami istri yang memenuhi perintah Rasulullah untuk memberi makan musafir yang kelaparan itu adalah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim (Rumaisha binti Milhan). Mereka sendiri malam itu segera menidurkan anak-anak mereka yang lapar dan berpura-pura makan agar tamu mereka makan dengan tenang. Padahal yang sedang disantap oleh tamu mereka itu adalah satu porsi terakhir yang mereka miliki hari itu.

Munthalaq Dakwah

Kepedulian juga merupakan titik tolak dan langkah awal dari dakwah. Seorang yang tidak peduli dan prihatin dengan kondisi umatnya tidak akan mungkin bergerak dan melangkah melakukan dakwah. Oleh karena itu ketika Abbas As-Sisi sedang berjalan dengan gurunya Imam Syahid Hasan Al-Banna, Abbas As-Sisi mendengar informasi bahwa Bosnia jatuh ke tangan orang kafir. Ia berkata, ”Saya prihatin dan sedih akan nasib umat Islam di Bosnia.” Maka dengan spontan Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan:” Anda telah mulai wahai Abbas”.

Sebelumnya pemimpin para nabi dan pemimpin seluruh umat manusia, Rasulullah Muhammad saw., ketika pertama mendapat risalah dakwah, beliau mengatakan, ”Habis sudah waktu untuk tidur, wahai Khadijah.” Habis sudah waktu untuk bermain-main dan senda gurau. Habis sudah waktu untuk bersenang-senang di tengah umat Islam yang sedang ditindas dan dibantai, di tengah umat Islam yang terbelakang, miskin, dan bodoh, di tengah umat Islam yang lalai dan larut dengan kemaksiatan. Habis sudah waktu untuk istirahat, rekreasi, dan tertawa-tawa di tengah umat Islam Palestina yang disembelih dan ditumpas habis oleh Zionis Yahudi. Habis sudah waktu untuk santai di tengah umat Islam Irak yang sedang dijajah dan diadu domba oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Demikianlah sikap yang mesti dimiliki oleh para pemimpin umat.

Dan ciri khas pemimpin sangat terkait dengan kepedulian terhadap umatnya. Kepedulian para pemimpin Islam terrefleksikan pada keinginan yang kuat untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan, bukan hanya di dunia, tetapi di dunia dan akhirat. Ketika rakyatnya menderita, miskin, tertindas, maka sikap seorang pemimpin adalah bagaimana bisa menyelamatkan rakyat dan bangsanya, bukan mencari kesempatan di atas kesempitan. Dan contoh kepedulian telah dipraktikan oleh Rasulullah saw. dengan sempurna. Rasulullah saw. adalah manusia yang paling peduli, perhatian dan paling banyak berkorban untuk umatnya, sebagaimana disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 128.

Rahmat

Ihtimam, ukhuwah, dan dakwah merupakan refleksi dari rahmat yang terpancar kepada umatnya. Dan Rasulullah saw. bukan hanya bersikap rahmat bagi umat Islam, umat manusia, bahkan rahmat bagi semesta alam. Betapa besarnya rasa kasih sayang Rasulullah saw. kepada manusia sehingga beliau menginginkan bahwa semuanya beriman kepada Allah dan beriman kepada ajaran Islam. Dengan demikian mereka akan terbebas dari penderitaan yang maha berat, yaitu bebas dari api neraka. Inilah risalah beliau yaitu mengajak manusia agar mereka memperoleh hidayah Islam.

Rasulullah saw. rela mengorbankan segala kesenangan dunia demi untuk menyelamatkan umat manusia. Jika malam hari, beliau sangat khusyuk dan lama bermunjat kepada Allah swt. agar manusia terbebas dari pola hidup jahiliyah yang akan mengantarkan mereka kepada neraka. Dan jika siang hari Rasulullah saw. terus-menerus berdakwah dan berjihad untuk menyebarkan Islam kepada seluruh manusia. Dan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah ibadah, dakwah, dan kepedulian terhadap umatnya.

Kepedulian dan khidmah (pelayanan) adalah ciri khas pemimpin sejati dalam Islam. Sedangkan dalam manajemen modern, pelayanan atau service sangat diutamakan dan menempati posisi yang sangat penting. Maka bertemulah dua nilai yang saling mengokohkan, nilai Islam dan nilai-nilai universalitas modern. Dalam Islam ada kaidah yang bersumber dari salah satu riwayat hadits, berbunyi, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Majah)

Hadits ini menurut para ulama sanadnya lemah, tetapi karena riwayatnya banyak sehingga saling menguatkan dan dapat sampai ke derajat hasan lighairihi (baik). Tetapi, sekali lagi bahwa makna hadits ini benar dan Rasulullah saw. sendiri adalah contoh dalam pelayanan dan kepedulian terhadap umatnya. Dan hadits ini sangat tepat dengan manajemen kepemimpinan modern.

Kepedulian tampaknya mudah diucapkan, tetapi hakikatnya susah direalisasikan. Ini karena manusia pada umumnya sangat mencintai dirinya sendiri dan sangat mementingkan diri sendiri, apalagi jika terkait dengan harta dan segala macam kesenangan dunia. Kepedulian hanya dapat direalisasikan jika seseorang memiliki kedalaman iman kepada Allah swt. dan hari akhir, seseorang yang sangat mengharapkan ridha Allah swt. dan kehidupan hari akhirat. Sehingga mereka akan banyak memberi, berkorban, dan peduli terhadap yang lain. Begitulah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., para sahabat, dan generasi salafus shalih.

Dan ciri khas dari kedalaman iman akan tercermin dari kekhusukan dalam beribadah kepada Allah swt. dan akhlak yang terpuji terhadap sesama manusia. (Al-Fath: 29)

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)

oleh Tate Komarudin

Selanjutnya ...

Wednesday, February 25, 2009

Aktifitas

Selanjutnya ...
Selanjutnya ...

Hubungan Antara Aktivitas Tarbiyah Dengan Politik

Amal siyasi islami mempunyai dua titik tolak mendasar:

Pertama: Amal siyasi islami adalah amal sepanjang hayat, sebab, medan amal siyasi adalah keseluruhan amal kehidupan dan keduniaan semata, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Dan ia tidak mempunyai hubungan dengan urusan-urusan agama murni, semisal ibadah, ritual dan aqidah, di mana medannya adalah amal dakwah dan bukan amal siyasi. Jadi, amal siyasi adalah amal madani, hanya saja, hukum-hukumnya dan berbagai pengorganisasiannya, sumbernya adalah syariat Islam; tercakup di dalam pengertian syariat Islam ini adalah keseluruhan nash-nash ilahiyah dan seluruh ijtihad-ijtihad aqli dan ilmi dari manusia

Kedua: Amal Siyasi Islami adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari amal Islami secara umum. Hal ini tercakup oleh Islam yang syumul dan kenyataan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan yang lengkap. Dan hal ini merupakan aqidah seorang muslim, di mana keimanannya tidak sah, dan agamanya tidak sempurna kecuali dengan aqidah ini.

Berdasar kepada tabiat “double gardan” seperti ini, dapat dikatakan bahwa amal siyasi islami tidak lain adalah amal siyasi madani yang:

  1. Dishibghah dengan shibghah Islamiyah dan
  2. Iltizam (komitmen) dengan nilai dan prinsip-prinsip Islam.

Oleh karena dasar inilah, maka:

  1. Kesuksesan amal siyasi Islami mengharuskan untuk mengikuti:
    1. Manhaj Islam
    2. Pokok-poko dan dasar-dasar ilmu-ilmu politik kontemporer
    3. Prinsip-prinsip amal siyasi pada umumnya, sebagaimana telah dijelaskan di depan
  2. Komitmen yang sempurna dengan nilai, prinsip dan akhlak Islam yang mulia serta:
    1. Syar’i dalam hal tujuan dan sarana
    2. Haram mempergunakan sarana-sarana politik yang menyimpang, seperti: menipu, manuver dan konspirasi, menghalalkan cara-cara menyesatkan dan kemunafikan, tidak kredibel, prinsip “tujuan menghalalkan cara”.
    3. Kemahiran dalam mengungkap dan membongkar cara-cara yang amoral. Dasarnya adalah ucapan Umar: “Saya bukan penipu, akan tetapi tidak bisa ditipu”.
  3. Kemestian memperhatikan hukum-hukum syar’i dan bertitik tolak dari mafahim Islamiyah yang benar dalam khithab siyasi, sikap dan berbagai tindakan politik seluruhnya, serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh data-data faktual dan berbagai situasi lokal, regional dan internasional.

    “Alif Lam Mim. Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat, dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi), bagi Allahlah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang), dan pada hari (kemenangan Romawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki, Dia Mahaperkasa, Mahapenyayang”. (Ar-Rum: 1 – 5)

  4. Memperhatikan kaidah-kaidah siyasah syar’iyah, mengenal dan memahami realita (fiqih waqi’), situasi kontemporer, kemahiran mengaitkan antara nash dan penerapannya dalam realita praktis, muwazanah antara kaidah-kaidah Islam dan berbagai perkembangan baru yang menuntut adanya murunatul harakah (kelenturan gerak), serta tathawwur mustamir (pengembangan kontinyu) dalam sikap juz-i dan marhali serta dalam sarana perealisasian tujuan-tujuan strategis
  5. Bertolak dari syumuliyatul Islam dan bahwa Islam mengatur segala urusan kehidupan, amal siyasi Islami harus menangani berbagai isu dan problema besar yang sedang dihadapi oleh tanah air kita, serta memandang semua itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari amal Islami, khususnya masalah:
    1. Reformasi politik,
    2. Penghapusan segala bentuk corruption, baik di bidang keuangan, birokrasi dan akhlaq, kebebasan publik,
    3. Stabilitas pemerintahan,
    4. Penegakan disiplin,
    5. Publikasi perilaku peradaban Islami dalam berbagai interaksi kehidupan,
    6. Keadilan dalam distribusi kekayaan nasional kepada publik yang miskin,
    7. Mengarahkan sumber-sumber keuangan untuk memberikan keadilan kepada kelompok fuqara dan papa,
    8. Penghapusan jurang pemisah yang mencolok antara kaya dan miskin,
    9. Pewujudan prinsip kesempatan yang sama atas dasar kemampuan dan kelayakan, bukan atas dasar lainnya,
    10. Menjaga harta publik dari penjarahan (penggarukan) dan pemborosan serta memandangnya sebagai milik baitu malil muslimin, di mana setiap penduduk mempunyai hak yang ditetapkan atasnya dan bukannya milik negara atau penguasa yang boleh berbuat sekehendaknya, dan bahwasanya kekuasaan penguasa atas harta tersebut terikat dan bergantung kepada kemaslahatan kaum muslimin,
    11. Masalah utama bangsa Arab dan Islam, utamanya masalah Palestina,

Dan bahwasanya solusi kita terhadap semua masalah ini haruslah memiliki keistimewaan shibghah Islamiyah yang jelas, yang berdiri di atas tsawabiti yang qath’iy, tujuan dan maqashid Islamiyah dan dengan mempergunakan perangkat, instrumen dan sarana Islam, dan juga berdiri atas dasar ilmiah modern, serta bukan merupakan copi paste dari solusi sekuler

Hubungan Antara Amal Tarbawi dan Amal Siyasi

Dapat disimpulkan bahwa hubungan di antara keduanya adalah hubungan tarabuth (saling terkait), takamul (saling melengkapi) dan tawazun (keseimbangan). Gambaran dan dimensi hubungan-hubungan ini tampak dalam penjelasan berikut:

  1. Amaliyah tarbawiyah (proses tarbiyah) adalah amaliyah ta’sisiyah (proses pembentukan pondasi) untuk:
    1. I’dad wa takwin al-rijal wa bina’ al-kawadir al-tanzhimiyah (menyiapkan, membentuk dan membina kader-kader struktural),
    2. Tazkiyatun nufus wal arwah (mensucikan jiwa dan ruhani) agar mereka memiliki kemampuan untuk memikul beban amal siyasi maidani amali (kerja politik praktis lapangan)
    3. Gharsu al-iltizam (menanamkan komitmen) dalam diri mereka, kehidupan, perilaku dan segala urusan mereka dengan sekumpulan nilai dan muwashafat khusus yang mengantarkan mereka untuk meningkatkan berbagai kemampuan mereka, memungsikan powernya dalam bentuknya yang sebaik mungkin,
    4. Ta’hiluhum ilmiyyan wa amaliyan wa tadriban (meningkatkan keahlian ilmiah, operasional dan keterampilan) mereka dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka

    Jika amaliyah tarbawiyah menjalankan fungsi takwin dan ta’hil-nya, maka hal ini akan tercermin dalam kualitas pelaksanaan dari sisi ijadah (kualitas), itqan dan ihsan yang akan merealisasikan buah yang paling berkah serta hasil yang terbaik dengan jerih payah paling efisien serta penekanan sisi negatif sekecil mungkin, namun, jika pelaksanaan fungsi ini tidak bagus, maka takwin khuluqi nafsi (pembentukan akhlaq dan jiwa) akan melemah, atau jika perhatian kepada aspek ta’hil ilmi amali tidak diperhatikan, maka hasilnya akan berbalik seratus delapan puluh derajat

  2. Mukadimah bagi penegakan daulah Islamiyah yang merupakan tujuan terpenting dari dakwah kita tidak dapat direalisasikan kecuali dengan amal siyasi yang memiliki beragam bentuk dan melalui berbagai tahapan. Bentuk dan tahapan ini mempergunakan berbagai uslub (cara) untuk memunculkan ta’tsir siyasi (dampak politik) di samping ta’tsir da’awi (pengaruh dakwah), sebagaimana nasyath siyasi (aktivitas politik) sendiri dapat memberikan peran da’awi dalam merekrut personel baru, peningkatan kualitas sosial secara umum, pemerataan wa’yu Islami (kesadaran Islam) serta perealisasian dan penegasan syumuliyatul Islam.
  3. Jawaban atas pemberian perhatian secara berimbang antara amal tarbawi dan amal siyasi tanpa ada dominasi satu pihak atas pihak lainnya, sebab ajaran-ajaran Al-Qur’an, yaitu tazkiyatun nafs tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan yaitu politik, karena inilah politik merupakan bagian dari Islam, dan menjadi kewajiban seorang muslim untuk memperhatikan aspek pemerintahan sebagaimana perhatiannya kepada sisi ruhiyah
Source: Al-Ikhwan.net
Selanjutnya ...

Tuesday, February 24, 2009

Profil H. Tubagus Arif, S.Ag

Selanjutnya ...

Prosedur Kependudukan Dan Catatan Sipil

Informasi tentang Prosedur Kependudukan Dan Catatan Sipil

1. Akta Kelahiran Download
2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Download
3. Kartu Keluarga (KK) Download
4. Keterangan Pindah Download
5. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Download
6. Pelayanan Catatan Pernikahan Download
7. Permohonan UU Gangguan Download
8. Pertanahan Download
9. Mendirikan Yayasan Sosial Download
10. Prosedur Umum Pemakaman Download


Selanjutnya ...

Bazar DPC PKS Tanjung Priok


Bazar DPC PKS Kecamatan Tanjung Priok,
bersama para calon legislatif DPRD DKI Jakarta
Rosmelani, AMd. (caleg),
Dedeh Kurniasih (Bid.Kewanitaan),
H.Tubagus Arif,S.Ag (caleg),
Amir Hamzah,S.PdI (caleg),
Anhar,S.Si (DPD PKS Jakut),
Arif Yusadli,S.Si,
Rahmat
Selanjutnya ...

5 Hadits Tentang Tetangga

* Wasiat Rasulullah saw. tentang tetangga

عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” ما زال جبريل يوصيني بالجار ن حتى ظننت أنه سيورثه ” رواه البخاري . ومسلم . وأبو داود . وابن ماجه . الترمذي

Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Kata الوصاءة dengan wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca panjang, lalu hamzah sesudahnya, adalah bentuk lain dari kata الوصية (wasiat), demikian juga dengan الوصاية mengganti ya’ pada posisi hamzah.

Kalimat يوصيني بالجار “berwasiat kepadaku tentang tetangga” tanpa dibedakan kafir atau muslim, ahli ibadah atau ahli maksiat, setia atau memusuhi, kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.

حتى ظننت أنه سيورثه Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku –berdasarkan perintah Allah–, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.

Al Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir r.a., dari Rasulullah saw. dengan kalimat: ” ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثاً ” Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.

At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersabda:

” الجيران ثلاثة : جار له حق ، وهو المشرك : له حق الجوار ، وجار له حقان ، وهو المسلم : له حق الجوار وحق الإسلام ، وجار له ثلاثة حقوق : جار مسلم له رحم ، له حق الجوار ، والإسلام ، والرحم

“Tetangga itu ada tiga macam: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturrahim.”

Aisyah r.a. meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.

At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif (lemah) dari Ka’ab bin Malik r.a., dari Nabi Muhammad saw: ” ألا إن أربعين دار جار ” “Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga.”

Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–, jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan kesalahan.

Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga adalah di antara dosa besar.

* Dosa orang yang tetangganya tidak aman dari ganggunannya

عَنْ أبي شُرَيْحٍ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ أنَّ النَّبِيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قالَ : ” وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . قِيلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قالَ : الَّذِي لا يَأمَنُ
جَارُهُ بَوَائِقُهُ ” .رواه البخاري

Dari Abu Syuraih r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa itu, Ya Rasulallah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Bukhari)

Kata بوائقه bentuk jamak dari kata بائقة -ba’ dan qaf- berarti: bencana, pencurian, kejahatan, hal-hal yang membahayakan, hal-hal yang menjadi pelampiasan kebenciannya.

عن أبي شريح dengan syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik, yang dimaksud adalah Khuwailid A- Khuza’iy as-Shahabiy.

والله لا يؤمن diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak awal. Pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.

قِيْلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ Dalam Fathul Bari, Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab: الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ بَوَائِقُهُ

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga Rasulullah saw. harus bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

* Larangan meremehkan hadiah dari tetangga

عن أبي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قالَ : كَانَ النَّبِيُّ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ يَقُوْلُ :
” يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ ” . رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Haurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing.” (Bukhari dan Muslim)

حقر أي استصغار berarti meremehkan, seperti kata: احتقار والاستحقار

يا نساء المسلمات mermakna “wahai wanita-wanita muslimah”, bentuk إضافة الموصوف إلى صفته idhafah (penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.

Atau bermakna lain: يا فاضلات المسلمات “wahai para pemuka muslimah”, seperti ungkapan Arab يا رجال القوم : أي يا أفضلهم wahai para pemimpin kaum, artinya para pemuka mereka.

لا تحقرن dengan qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.

جارة ” هديةً ” لجارتها ” tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah dari tetangganya -lam- bermakna -min- sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima, sedangkan ولو ” كانت الهديةmeskipun hadiah itu berupa kaki kambing “ فرسن شاة ” fa’ dibaca kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit.

Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Karena itulah tetangga dapat memberikan dan menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga karena dengan sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya, dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk mempertahankan rasa cinta antara mereka.

* Jika beriman, jangan sakiti tetangga

عن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ قال : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فلا يؤذ جاره ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم ضيفه ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “ رواه البخاري ومسلم ، وابن ماجه

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر” أي إيمانا كاملاً barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, artinya iman yang sempurna.

Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya, beriman dengan Penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.

فلا يؤذ جاره berarti “maka jangan menyakiti tetangganya.” Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.

فليكرم ضيفه berarti “hendaklah memuliakan tamunya” dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan terjangkau.

فليقل خيراً أو ليصمت hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan buruk. Sebab, perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua golongan, baik atau buruk.

Hadits ini berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua pertama dari perbuatan itu adalah berisi takhalliy (pengosongan diri) dari sifat tercela, dan tahalliy (berhias diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).

Kesimpulannya, kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.

* Hak tetangga yang lebih dekat pintunya

عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ قالت : يا رسول الله ، إن لي جارين ، فإلى أيهما
أُهدي ؟ قال : ” إلى أقربهما منك باباً “ رواه البخاري

Dari Aisyah r.a. berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga. Kepada tetangga yang manakah aku berikan hadiah?” Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.” (Bukhari)

Hadits ini masuk dalam باب حق الجوار في قرب الأبواب Bab hak tetangga yang lebih dekat pintunya. Maksudnya, barangsiapa yang pintunya lebih dekat, maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah atau yang lainnya, sehingga kemungkinan ada harapan dan keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.

Pada أهدى hamzah dibaca dhammah dari kata Al Ihda’.

Rasulullah saw. menjawab, إلى أقربهما منك باباً kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya. Yang lebih dekat pintunya yang lebih dipriorotaskan dari sebelahnya, demikian seterusnya.

Oleh: Tim Dakwatuna.com
Selanjutnya ...